__
https://supermilan.wordpress.com
Ada yang aneh dalam pernyataan yang diungkapkan kepolisian terkait peledakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di Sleman, DIY. Pasalnya meskipun jelas-jelas diketahui bahwa uang dalam mesin ATM masih utuh dan didapatkan bukti selebaran berisi propaganda anti pemerintah, pihak kepolisian keukeuh menyebut hal tersebut bukan tindakan teroris, tetapi perampokan.
“Pemeriksaan kami pelakunya adalah kelompok Narko Punk,” kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Bachrul Alam saat konferensi pers, di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (8/10/2011). “Ciri-ciri kelompok ini anggotanya bertindik banyak, berbaju hitam, celana hitam, sepatu hitam. Semua serba hitam”, tambahnya.
Anton mengungkapkan bahwa kelompok tersebut melakukan aksinya sebagai bentuk protes dan ingin diperhatikan. “Mereka anti kapitalis, sedangkan bank-bank ini menurut mereka kapitalis,” katanya. Namun meskipun aksi protes antikapitasi tersebut dilakukan dengan merusak fasilitas umum, Anton tak menyebut hal tersebut sebagai aksi terorisme, melainkan ‘hanya’ sebuah pelanggaran.
“Ini sebuah pelanggaran,” ujar Anton. Anton mengaku belum tahu motif selain aksi antikapitalis ini. Sebab, uang yang ada di ATM ini masih utuh. “Saya tidak tahu apakah mereka benar-benar tidak mengambil uangnya, atau belum mengambil tapi sudah ketahuan orang.”
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Brigjen Tjuk Basuki yang berpendapat bahwa ledakan di ATM di Jalan Affandi Nomor 28 Gejayan, Depok, Kabupaten Sleman bukan aksi terorisme. “Ledakan dan kebakaran yang terjadi di ATM BRI bukanlah dipicu bom molotov, namun ATM dibakar pelaku. Kalau dilempar bom molotov, maka kaca akan pecah berhamburan. Namun ini tidak terjadi seperti itu,” katanya, di Mapolsek Depok, Jumat (7/10).
Seperti yang diketahui, dalam peristiwa ledakan ATM tersebut diketahui banyak selebaran tercecer yang berisi propaganda anti pemerintah dan kapitalisme.
Namun, seperti pihak kepolisian mempunyai standar tersendiri, bahwa siapapun yang melakukan tindakan perusakan fasilitas umum, penyerangan yang pada dasarnya juga merupakan tindak terorisme, selama yang melakukannya BUKAN MUSLIM yang membawa-bawa nama JIHAD, maka tindakan tersebut tidak disebut sebagai tindak terorisme, melainkan tindak perusakan, kejahatan, dan separatism dan pelakunya tidak disebut sebagai Teroris.
Coba kita balikkan, kalau seandainya saja yang ditemukan dalam peledakan ATM tersebut adalah buku tentang Jihad, apakah polisi masih memberikan pernyataan yang sama?
Berlawanan dengan pernyataan kepolisian, Direktur Eksekutif Maarif Institute Fajar Riza Ul Haq menilai kelompok yang meledakkan ATM merupakan jaringan terorisme baru yang berbeda dari yang sudah ada di Indonesia. Kelompok ini memiliki afiliasi internasional, yang terlihat dari selebaran mereka. “Kemungkinan besar tidak berhubungan dengan jaringan teroris yang selama ini beraksi di Indonesia,” kata Fajar.